
Momentum Mudik: Transformasi Berkelanjutan Pertanian dan Perdesaan
Repost – Antara.com
Jakarta (ANTARA) - Bangsa kita baru saja melewati momen mudik Lebaran. Setiap tahun, jutaan masyarakat Indonesia melakukan ritual perjalanan dari kota ke desa untuk merayakan Idul Fitri.
Momentum ini bukan sekadar fenomena budaya dan tradisi Islam di Nusantara, melainkan juga economic powerhouse yang dapat menjadi potensi akselerasi pembangunan sektor pertanian.
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, diperkirakan pemudik tahun 2025 mencapai 146,48 juta orang, atau sekitar 52 persen dari total penduduk Indonesia, dengan 65 persen menuju pedesaan di Jawa.
Gelombang migrasi musiman ini membawa perputaran uang hingga Rp140-150 triliun ke daerah. Namun, aliran uang ini kerap hanya menyentuh permukaan, belum menyasar penguatan sistemik kawasan perdesaan dan pertanian lokal.
Mudik dapat dimanfaatkan sebagai golden ticket mempercepat transformasi pertanian dan pedesaan menuju masyarakat yang maju. Langkah ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam SDGs untuk mengurangi kesenjangan ekonomi, termasuk antara desa dan kota.
Sinergi ini mengubah mudik menjadi gerakan sosial yang berkelanjutan, di mana pemudik membawa manfaat ekonomi dan transfer ilmu serta teknologi pertanian, sementara desa menjawab dengan peningkatan produksi dan kualitas pangan.
Konsep ini sejalan dengan nilai-nilai budaya Indonesia yang menekankan pentingnya perantau (pemudik) membawa ilmu dan pengalaman kembali ke desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Tradisi ini mencerminkan semangat gotong royong dan tanggung jawab sosial dalam masyarakat Nusantara.
Volatilitas harga pangan
Mudik identik dengan kegiatan transaksi berbelanja, kuliner dan oleh-oleh khas desa. Data tahunan dari Kementerian Pertanian menunjukkan, permintaan komoditas hortikultura seperti cabai, bawang merah, bunga dan buah meningkat 20-30 persen sepekan sebelum Lebaran.
Misalnya, produksi cabai pada Maret dan April yang berkisar 136 ribu per bulan, naik 25 persen dari produksi bulanan periode sebelumnya, didorong peningkatan konsumsi hidangan dan jajanan khas Ramadhan dan Lebaran. Permintaan bunga juga meroket 35 persen, terutama krisan, mawar dan sedap malam untuk bunga ucapan dan ziarah.
Namun, euforia ini juga sering berujung pada overproduksi di tingkat petani boom and bust. Harga bawang merah dan cabai merah di Jawa Timur anjlok 4-5 persen pada Juni 2024 akibat surplus stok, mencerminkan ketidakseimbangan pasokan-pasca Lebaran yang akut.
Sektor pangan Indonesia menghadapi tantangan signifikan, terutama di sentra produksi hortikultura seperti Brebes dan Malang. Petani di wilayah ini sangat bergantung pada permintaan musiman, yang menyebabkan fluktuasi harga yang tajam.
Misalnya, harga bawang merah cenderung meningkat menjelang bulan Ramadan karena permintaan yang tinggi, dan menurun saat panen raya karena pasokan melimpah. Fluktuasi harga ini mempengaruhi pendapatan petani dan berkontribusi terhadap inflasi di daerah tersebut.
Pada tahun 2025 ini, pemerintah Indonesia berupaya mengendalikan harga dengan melaksanakan Operasi Pasar Pangan Murah bekerja sama dengan PT Pos Indonesia, Kementerian Pertanian, dan Badan Pangan Nasional, untuk menjaga stabilitas harga pangan menjelang Ramadan dan Idul Fitri.
Selain itu, Pos Indonesia menyalurkan bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Sembako kepada lebih dari 4,2 juta keluarga penerima manfaat pada triwulan pertama 2025, menggunakan strategi penyaluran di kantor pos, komunitas, dan pengantaran langsung ke rumah penerima untuk memastikan bantuan tepat sasaran.
Menjembatani desa dan pasar
Pada tahun 2024, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan pembangunan jalan nasional baru sepanjang 318,41 km serta pembangunan dan duplikasi jembatan sepanjang 3.344 meter. Hal ini tidak hanya memperlancar arus mudik, tetapi juga mempercepat distribusi komoditas menjelang Idul Fitri.
Di Sumatera Utara, perbaikan Jalan Lintas Sumatera memangkas waktu pengiriman komoditas pangan dan perkebunan ke pasar dan pabrik-pabrik pengolahan, sehingga petani bisa memenuhi permintaan bahan pangan yang melonjak selama Lebaran.
Sementara di Jawa Tengah, perbaikan akses jalan lereng Merbabu memungkinkan petani kopi Arabika mengirim produk langsung konsumen atau pasar ekspor.
Untuk mengatasi risiko overproduksi, khususnya produk musiman, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) menginisiasi Program Pendampingan Usaha Mikro Mandiri 2024, yang berhasil menjaring lebih dari 2.500 UMKM dari berbagai sektor, termasuk kuliner, fesyen , ekonomi kreatif, budi daya pertanian, perkebunan, perikanan, dan pariwisata.
Program ini bertujuan meningkatkan daya saing dan memperkuat jaringan usaha mikro melalui pelatihan dan pendampingan intensif.
Beberapa platform e-commerce melaporkan peningkatan signifikan dalam penjualan produk kebutuhan harian selama Ramadhan 2024, dengan kategori makanan dan minuman yang mengalami kenaikan hampir lima kali lipat. Inovasi pemasaran kreatif juga berperan penting misalnya, Melts Indonesia, sebuah usaha lokal yang menjual produk makanan, mengalami kenaikan penjualan hingga 12 kali lipat selama bulan Ramadhan.
Untuk mengoptimalkan dampak jangka panjang, diperlukan rekomendasi strategis. Pertama, kolaborasi multi-pihak dengan influencer dan platform e-commerce guna menjangkau pasar muda.
Kedua, peningkatan infrastruktur logistik, termasuk optimalisasi layanan cold chain untuk distribusi produk segar ke daerah terpencil. Ketiga, pendampingan berkelanjutan melalui pelatihan manajemen bisnis digital dan sertifikasi halal/higienis guna meningkatkan daya saing UMKM.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat memperkuat transformasi ekonomi berbasis digital dan memberdayakan UMKM pertanian secara berkelanjutan.
Tentunya ke depan, tradisi mudik juga menjadi momen penting untuk transfer pengetahuan dan teknologi pertanian. Para perantau yang kembali ke desa halaman sering membawa inovasi yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian. Inisiatif-inisiatif semacam ini menunjukkan bahwa pemudik dapat berperan sebagai agen perubahan dalam modernisasi pertanian.
Modal sosial yang dibawa oleh para pemudik seringkali diperkuat oleh aliran investasi dan dukungan dari diaspora Indonesia di luar negeri. Komunitas diaspora berperan penting dalam memasarkan produk pertanian Indonesia ke pasar internasional.
Misalnya, diaspora di Eropa aktif memperkenalkan produk-produk Indonesia, seperti kopi, teh, rempah-rempah, dan kakao, yang memiliki permintaan tinggi di pasar Eropa. Mereka juga berperan sebagai agen distribusi dan membuka peluang bisnis baru, sehingga memperkuat perekonomian Indonesia di kancah global.
Selain itu, para pemudik berperan sebagai agen promosi produk lokal saat kembali ke daerah asal. Mereka membantu memasarkan produk olahan pertanian melalui berbagai saluran, termasuk pemasaran manual, online, dan kerja sama dengan supermarket lokal. Pendekatan ini tidak hanya membuka akses pasar baru bagi produk pertanian Indonesia tetapi juga mendorong peningkatan kualitas dan daya saing produk lokal.
Namun kolaborasi antar-pemangku kepentingan di negara kita seringkali belum optimal. Tantangan lainnya adalah infrastruktur digital masih terbatas. Dari sekitar 80 ribu desa di Indonesia, akses internet stabil masih menjadi kendala bagi banyak wilayah.
Selain itu, literasi digital petani perlu ditingkatkan untuk memanfaatkan teknologi dalam pemasaran dan manajemen pertanian. Dalam konteks ini, peran pemudik sebagai mentor inovasi dan teknologi menjadi krusial dalam menjembatani kesenjangan digital dan meningkatkan adopsi teknologi di kalangan petani dan masyarakat desa pada umumnya
Oleh - Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Perkebunan, Kementerian Pertanian