Peringatan Dini

PREDIKSI RISIKO KEKERINGAN TANAMAN PADI JULI – SEPTEMBER 2024

Prediksi risiko kekeringan tanaman padi merupakan informasi prediksi risiko kekeringan agronomis dikembangkan dari hasil penelian Balai Penelian Agroklimat dan Hidrologi (kini BPSI Agroklimat dan Hidrologi Pertanian) tahun 2020. Pada periode kali ini, prediksi risiko kekeringan yang ditampilkan memuat informasi prediksi risiko kekeringan tanaman padi di lahan sawah untuk bulan Juni hingga September 2024. Model prediksi risiko kekeringan yang digunakan merupakan model risiko kekeringan padi versi 1.1b menggunakan metode yang melihat hubungan antara onset dan tren Standard Precipitaon Index skala waktu 3 bulan (SPI-3) dengan produkvitas padi.

SPI merupakan salah satu indikator yang umum digunakan sebagai indikator peringatan dini, untuk mengidenfikasi kekeringan meteorologis, maupun memonitor banjir yang berdampak pada hasil pertanian. Nilai SPI diperoleh dari nilai indeks probabilitas curah hujan yang dikembangkan untuk merepresentasikan kebasahan dan kekeringan abnormal. SPI-3 digunakan karena dianggap lebih dapat menggambarkan kondisi kekeringan di Indonesia saat terjadi El Niño. Pada prediksi ini, nilai SPI-3 dihitung berdasarkan data prediksi curah hujan yang diperoleh dari hasil downscaling data CHIRPS (Climate Hazards Group InfraRed Precipitaon with Staon) dan CFSv2 (Climate Forecast System Version 2) milik Naonal Oceanic and Atmospheric Administraon (NOAA).

Indikator SPI-3 yang digunakan adalah nilai onset dan tren. Nilai onset merupakan nilai SPI-3 yang tercatat tiga bulan sebelum kejadian kekeringan terjadi, sedangkan nilai tren merupakan tren linear nilai SPI-3 setelah onset hingga kejadian kekeringan yang sebenarnya. Nilai onset dan tren SPI-3 tersebut kemudian dikorelasikan dengan data probabilitas produkvitas padi kurang dari 2 ton/ha, sehingga diperoleh ga kategori prediksi risiko kekeringan tanaman padi yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Pada periode Juli – September 2024, hasil prediksi menunjukan adanya risiko kekeringan kategori rendah hingga sedang pada lahan baku sawah (LBS) di Indonesia 

Pada bulan Juli 2024, prediksi risiko kekeringan tanaman padi di Indonesia memiliki risiko kekeringan kategori rendah dan sedang. Hasil prediksi didominasi oleh risiko kekeringan kategori rendah sebesar 89,61% dari luas LBS Indonesia. Prediksi risiko kekeringan rendah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Sementara, prediksi risiko kekeringan kategori sedang pada bulan Juli 2024 terdapat di 20 provinsi dengan luas sekitar 10,39% dari luas LBS. Sebagian besar lahan sawah dengan prediksi risiko kekeringan kategori sedang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan bagian mur Provinsi Nusa Tenggara Timur. Luasan lahan sawah yang diprediksi memiliki risiko kekeringan kategori sedang pada bulan Juli 2024 menurun dibandingkan bulan Juni sebesar 8,5%.

Pada hasil prediksi risiko kekeringan padi bulan Agustus 2024, terdapat lahan sawah dengan risiko kekeringan kategori rendah sebesar 84,18%, dan kategori sedang sebesar 15.82% dari luasan LBS. Prediksi risiko kekeringan kategori rendah terdapat di seluruh provinsi di Indonesia dengan sebaran berada di sebagian besar Pulau Jawa, di bagian selatan Provinsi Lampung, bagian mur Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, di bagian selatan Bali dan Nusa Tenggara, serta di bagian selatan Pulau Sulawesi. Sementara itu, prediksi risiko kekeringan kategori sedang tersebar di bagian mur Provinsi Sumatera Selatan, di bagian barat Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Prediksi risiko kekeringan kategori sedang juga terdapat di bagian barat Provinsi Kalimantan Barat, serta bagian selatan Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

Memasuki bulan September 2024, lahan sawah yang diprediksi memiliki risiko kekeringan kategori rendah menurun menjadi 76,08%. Sementara lahan sawah dengan prediksi risiko kekeringan kategori sedang meningkat dibandingkan bulan sebelumnya mencapai 23,92%. Daerah yang diprediksi memiliki risiko kekeringan kategori sedang pada bulan September di Pulau Sumatera terdapat pada lahan sawah di bagian mur Sumatera Selatan, bagian selatan Sumatera Utara, bagian selatan Sumatera Barat, bagian selatan Bengkulu, dan bagian selatan Lampung. Risiko kekeringan kategori sedang juga diprediksi di bagian selatan Banten, Jawa Barat, dan NTB. Sementara di Pulau Kalimantan, prediksi risiko kekeringan kategori sedang tersebar di bagian selatan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

Hasil monitoring Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada dasarian II Juni 2024, Indeks El Nino-Southern Oscillaon (ENSO) yaitu Nino 3.4 menunjukan adanya potensi kondisi La Nina lemah pada periode Juli-Agustus-September (JAS) 2024. Indeks Nino 3.4 dengan nilai -0,3 pada bulan Juli yang menunjukan kondisi netral yang diprediksikan menurun secara gradual dengan anomali negaf dengan nilai -0,7 pada bulan Agustus dan -0,9 pada bulan September. Kondisi La Nina lemah dapat menyebabkan adanya hujan dengan intensitas rendah pada daerah yang terdampak. Namun, kondisi La Nina lemah tersebut diprediksi dak memiliki dampak terhadap musim kemarau yang terjadi.

Meski demikian, adanya peningkatan luasan lahan sawah dengan prediksi risiko kekeringan sedang dari bulan Juli hingga September 2024 perlu menjadi perhaan karena dapat menunjukan adanya potensi kekeringan agronomis akibat response lag dari kondisi El Nino lemah di bulan April, Mei, dan Juni (AMJ). Selain itu, wilayah Indonesia sedang memasuki musim kemarau. Prakiraan curah hujan dari BMKG untuk bulan Juli – September 2024, menunjukan adanya sifat hujan di bawah normal dengan curah hujan rendah yang berkisar antara 0 – 150 mm. Daerah dengan prediksi curah hujan rendah tersebut tersebar di Pulau Jawa, Pulau Sumatera bagian selatan dan mur, hingga di bagian selatan Pulau Kalimantan dan Sulawesi.

Adanya prediksi risiko kekeringan tanaman padi harus menjadi perhaan bagi pemerintah, baik di ngkat pusat maupun daerah. Pemetaan prediksi dapat menjadi langkah pertama dalam langkah migasi, namun diperlukan langkah-langkah lanjutan agar dampak dari kekeringan agronomis di masa depan dapat dikurangi. Upaya migasi yang dapat direncanakan termasuk peningkatan infrastruktur air, pengelolaan irigasi efekf, dan penggunaan varietas padi tahan kekeringan.

Sumber :
BMKG. 2024. Bulen Informasi Iklim Juni. Diakses 2 Juli 2024: hps://www.bmkg.go.id/iklim/bulen-iklim.bmkg
BMKG. 2024. Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian II Juni 2024. Diakses 2 Juli 2024: hps://www.bmkg.go.id/iklim/dinamikaatmosfir.bmkg

 

Hasil Prediksi Kekeringan Periode April - Juni 2024:

    1. Prediksi luas risiko kekeringan di lahan sawah Indonesia berada pada kisaran kategori Rendah hingga Sedang dengan distribusi sebaran dan peta sebaran.
    2. Prediksi April 2024: Risiko kekeringan kategori Rendah mendominasi sawah di Indonesia hingga 81%. Provinsi yang masih memiliki risiko kekeringan kategori Sedang sebagian besar tersebar di Pulau Jawa meliputi Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah.
      Prediksi Mei 2024: Terjadi penurunan presentase luas lahan sawah di Indonesia yang diprediksi memiliki risiko kekeringan kategori Rendah dibandingkan bulan April, yaitu 77%
      Prediksi Juni 2024: Terjadi peningkatan luas sawah dengan resiko kekeringan Rendah yaitu sebesar 89%.
    3. Informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan Indeks ENSO Indeks ENSO pada periode dasarian I (1 - 10 Maret) 2024 sebesar +1.59 (El Nino Moderat), BMKG dan beberapa Pusat Iklim Dunia memprediksi El-Nino akan terjadi dengan kategori moderat dan secara gradual akan segera beralih menjadi Netral, dapat menjadi catatan bahwa kekeringan agronomis umumnya memiliki lag atau jeda.
    4. Prediksi risiko kekeringan menggunakan Standard Precipitation Index (SPI) yang menggambarkan surplus/defisit curah hujan. Model kemudian dikembangkan untuk prediksi kekeringan agronomis dari korelasi onset SPI3 dan produktivitas padi. Kategori risiko (rendah, sedang, tinggi) diperoleh dari level hazard dari SPI3 yang berkorelasi dengan probabilitas produksi <2 ton/ha.